Warga Kampus, Pemimpin Perguruan Tinggi, dan Mitra Perguruan Tinggi dilarang melakukan Kekerasan dalam pelaksanaan Tridharma pada lokasi di dalam atau di luar Perguruan Tinggi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2024 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Di Lingkungan Perguruan Tinggi, ada 6 bentuk kekerasan berupa:
Kekerasan fisik;
Kekerasan psikis;
perundungan;
Kekerasan seksual;
diskriminasi dan intoleransi; dan
kebijakan yang mengandung Kekerasan.
Bentuk Kekerasan sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui media elektronik dan/atau nonelektronik.
A. Kekerasan Fisik
Kekerasan Fisik merupakan setiap perbuatan dengan kontak fisik yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Kekerasan fisik dapat berupa:
tawuran;
penganiayaan;
perkelahian;
eksploitasi ekonomi melalui kerja paksa untuk
memberikan keuntungan ekonomi bagi Pelaku;
pembunuhan; dan/atau
perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Kekerasan Psikis
Kekerasan Psikis merupakaan setiap perbuatan nonfisik yang dilakukan bertujuan untuk merendahkan, menghina, menakuti, dan/atau membuat perasaan tidak nyaman. Kekerasan Psikis dapat berupa:
pengucilan;
penolakan;
pengabaian;
penghinaan;
penyebaran rumor;
panggilan yang mengejek;
intimidasi;
teror;
perbuatan mempermalukan di depan umum;
pemerasan; dan/atau
perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan psikis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Perundungan
Perundungan (atau bullying dalam bahasa Inggris) adalah tindakan agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap individu lain, dengan tujuan menyakiti secara fisik, verbal, psikologis, atau sosial. Perundungan biasanya melibatkan ketidakseimbangan kekuatan, di mana pelaku memiliki kekuatan lebih besar (baik secara fisik, mental, status sosial, atau jumlah kelompok) dibandingkan korban. Perundungan dapat berupa:
Fisik: Memukul, menendang, mendorong, mencubit, merusak barang milik orang lain.
Verbal: Menghina, mengejek, memanggil dengan julukan buruk, mengancam.
Psikologis/Emosional: Mengucilkan, menyebarkan gosip, mempermalukan di depan umum.
Siber (Cyberbullying): Mengirim pesan menyakitkan, menyebarkan foto/video tanpa izin, menghina lewat media sosial.
D. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, hasrat seksual, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, yang dilakukan tanpa persetujuan korban dan/atau menggunakan paksaan, ancaman, tekanan, atau tipu daya, baik secara fisik maupun non-fisik.
Kekerasan seksual dapat berupa:
penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
perbuatan memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual;
perbuatan menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau membuat Korban merasa tidak nyaman;
pengiriman pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
perbuatan mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
perbuatan mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
penyebaran informasi terkait tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
perbuatan mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
perbuatan membujuk,menjanjikan, atau menawarkan sesuatu kepada Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui Korban;
pemberian hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
perbuatan memegang, menyentuh, memeluk, mengusap, mencium, meraba, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban
tanpa persetujuan Korban;
perbuatan membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
pemaksaan terhadap Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
praktik budaya komunitas Warga Kampus yang bernuansa Kekerasan seksual;
percobaan perkosaan walaupun penetrasi tidak terjadi;
perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
pemaksaan atau perbuatan memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
pemaksaan atau perbuatan memperdayai Korban untuk hamil;
pemaksaan sterilisasi;
penyiksaan seksual;
eksploitasi seksual;
perbudakan seksual;
tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
pembiaran terjadinya Kekerasan seksual dengan sengaja;
dan/atau perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan seksual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap perbuatan Kekerasan dengan persetujuan atau tanpa persetujuan yang dilakukan terhadap anak dan/atau penyandang disabilitas merupakan bentuk Kekerasan seksual
Ketentuan mengenai tanpa persetujuan Korban dalam bentuk Kekerasan seksual tidak berlaku bagi Korban berusia dewasa yang dalam kondisi:
mengalami situasi di mana Pelaku mengancam, memaksa, dan/atau kedudukannya;
menyalahgunakan mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
mengalami sakit, tidak sadar, tidak berdaya, atau tertidur;
memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
mengalami kelumpuhan atau hambatan motorik sementara; dan/atau
mengalami kondisi terguncang.
E. Diskriminasi dan Intoleransi
Diskriminasi adalah perlakuan tidak adil atau berbeda terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan karakteristik tertentu seperti:
Intoleransi adalah sikap atau tindakan tidak menghargai dan tidak menerima perbedaan pendapat, keyakinan, gaya hidup, atau identitas orang lain. Contoh Intoleransi:
F. Kebijakan yang Mengandung Kekerasan
Kebijakan yang mengandung Kekerasan merupakan kebijakan yang berpotensi atau menimbulkan terjadinya Kekerasan, meliputi kebijakan tertulis (surat keputusan, surat edaran, nota dinas, pedoman, dan/atau bentuk kebijakan tertulis lainnya.) maupun tidak tertulis (imbauan, instruksi, dan/atau bentuk tindakan lainnya).